Lapangan Merdeka Medan; 6 Oktober Kemerdekaan Indonesia

Lapangan Mer(D)eka, Doeloe dan Kini
Lapangan Mer(D)eka, Doeloe dan Kini

Oleh: Fadmin P Malau

Semasa pemerintahan penjajahan Belanda lapangan itu diberi nama Esplanade dan pernah dijuluki “Taman Burung” karena memang banyak berbagai jenis burung mendarat dan terbang di lapangan itu, indah sekali. Semasa pemerintahan penjajahan Jepang lapangan itu berganti nama menjadi Lapangan Fukuraido.

Lantas ketika Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, di lapangan itu pada 6 Oktober 1945, Mr. Muhammad Hasan sebagai Gubernur Sumatra Timur mengumumkan kemerdekaan Republik Indonesia kepada seluruh masyarakat Kota Medan. Sejak itu jadilah nama lapangan itu menjadi Lapangan Merdeka.

Meski telah Indonesia merdeka Lapangan Merdeka tidak ada lagi berbagai jenis burung mendarat dan terbang di lapangan itu akan tetapi dahulu tahun 1970-an lapangan itu teduh dan sejuk. Jalan jalan di sekeliling Lapangan Merdeka itu sangat teduh karena rimbunnya dedaunan Pohon Trambesi yang bibitnya didatangkan Belanda ke Indonesia, ditanam mengelilingi Lapangan Merdeka Medan. Begitu sejuk, indah dan nyaman bagi siapa saja yang melintasi jalan itu. Siapa pun senang berjalan kaki di sekeliling Lapangan Merdeka karena segar dan nyaman oleh pepohonan Trambesi sambil menatap kemegahan Gedung Kantor Balai Kota dan Gedung Bank Indonesia.

Kini udara segar dan kenyamanan di kawasan Lapangan Merdeka Medan sudah hilang, berubah gersang sebab pohon-pohon Trambesi mengelilingi Lapangan Merdeka sudah tidak rimbun lagi daunnya, conopynya sudah tidak ada lagi dan sangat tua. Bangunan di sekeliling Lapangan Merdeka sudah banyak berubah.

Dahulu tahun 1970-an di jalan itu nyaris tidak ada debu yang berterbangan. Jalan yang mengelilingi Lapangan Merdeka itu sejuk dan ada pedagang penjual obat, ada tukang pangkas di bawah Pohon Trambesi dengan bangku papan bagi yang berpangkas. Jika petang dan pagi hari banyak anak-anak dan orang dewasa bermain bola di Lapangan Merdeka termasuk penulis kala itu masih kanak-kanak sebab persis di belakang bangunan Hotel Granada, penulis tinggal bersama orangtua sampai tahun 1970-an. Kemudian setelah tahun 1970-an bangunan hotel itu dihancurkan dan berdiri bangunan baru Bank Mandiri di Jalan Pulau Pinang tetapi kini bangunan Bank Mandiri itu kembali dihancurkan.

Baca Juga :  LBH Humaniora: Pemko Medan Jangan Hilangkan Nilai CB LMM

Lapangan Merdeka dikelilingi bangunan yang menyatu dengan Lapangan Merdeka. Artinya kehadiran bangunan membuat Lapangan Merdeka oleh Snuyf seorang Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia menjadikan kawasan itu sebagai menentukan “titik nol” kilometer Kota Medan. Sekeliling Lapangan Merdeka sangat indah dengan gedung-gedung antik maka pernah dijuluki dengan sebutan “Paris Van Sumatra” untuk Kota Medan.

Ruang Terbuka Hijau Kota Medan

Sesungguhnya kawasan Lapangan Merdeka Medan dibangun Belanda sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Kota Medan pada waktu itu dan pada masa mendatang maka sekeliling Lapangan Merdeka Medan itu ditanami Pohon Trambesi. Sangat luas RTH yang dibangun Belanda dibandingkan dengan jumlah bangunan yang ada di sekeliling Lapangan Merdeka serta tidak dibebani dengan aktivitas bisnis tetapi hanya untuk perkantoran pemerintahan.

Aktivitas bisnis dibuat di kawasan Kesawan Jalan Perniagaan untuk beraktivitas niaga dan bisnis. Ternyata Belanda membuat perencanaan (planning) jauh ke depan karena RTH itu ditanami tanaman Pohon Trambesi yang merupakan tanaman tahunan berusia bisa ratusan tahun sangat baik menyerap karbon dioksida.

Pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia sangat peduli dengan lingkungan maka perencanaan pembangunan yang dilakukan Belanda dimulai dari menata lingkungan yang asri dengan memperhatikan RTH. Lapangan Merdeka sebagai pusat RTH Kota Medan sehingga warga Kota Medan bisa hidup sehat, bernafas lega.

Sistem pembanguan berwawasan lingkungan dengan memikirkan kehidupan orang yang ada di sekitarnya. Ruang publik (masyarakat) sangat baik, mulai dari tempat parkir, tempat pejalan kaki dengan tersedianya udara bersih bagi masyarakat yang berada di ruang publik itu.

Pembangunan Kota Medan yang ditata Belanda melihat posisi antar bangunan yang dibangun Belanda memiliki perencanaan yang sangat bagus, tidak asal bangun tetapi memiliki pemikiran masa depan. Hampir semua titik pembangunan Kota Medan ada lapangan rumput hijau yang terbuka luas. Kearah barat Lapangan Merdeka, ada Lapangan Benteng dan begitu banyak lapangan rumput hijau yang terbuka luas dibangun Belanda di Kota Medan yang kini lapangan rumput hijau itu semakin menyempit dan banyak yang sudah hilang, berdiri bangunan di atasnya.

Baca Juga :  Setelah Dari LN, Jokowi Akan Ke Lapangan Merdeka Medan

Bila sekarang dikampanyekan pembangunan berwawasan lingkungan, ternyata era penjajahan Belanda tanpa ada kampanye pembangunan berwawasan lingkungan, Belanda telah melakukan pembangunan berwawasan lingungan yakni adanya kawasan Lapangan Merdeka Medan.

Konsep pembangunan berwawasan lingkungan dilakukan Belanda sehingga semua lapisan masyarakat pada waktu itu merasakan fasilitas umum yang murah dan mudah diperoleh, berbeda dengan kini seperti melihat kondisi Lapangan Merdeka Medan.

Dahulu Lapangan Merdeka Medan dinikmati semua lapisan masyarakat dan berbagai kegiatan dilakukan di Lapangan Merdeka seperti “Pasar Malam” diselenggarakan secara rutin dan terakhir “Pasar Malam” di Lapangan Merdeka Medan dilaksanakan tahun 1964.

Wajar jika keindahan, keamanan dan kenyamanan difokuskan pada lokasi Lapangan Merdeka sebab pemerintah Belanda menjadikan sebagai RTH bagi semua lapisan masyarakat. Kawasan Lapangan Merdeka Medan dahulu sangat asri, sejuk dengan pohon-pohon Trambesi yang daunnya rimbun dan angin semilir berhembus menyejukkan suasana.

Bila Hujan, Banjir Melanda

Tuanku Luckman Sinar Barshah II SH, seorang sejarahwan kepada wartawan pernah bertutur dahulu di bawah Lapangan Merdeka Medan terdapat parit besar untuk pembuangan air yang alirannya menuju Sungai Deli, bisa berjalan di bawahnya karena besar dan bersih. Menurut dia, di sana juga terdapat titik pertemuan dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura karena di situlah Guru Patimpus membuka sebuah wilayah bernama Kampung Medan pada abad ke-16.

Kini tidak ditemukan lagi yang diceritakan Tuanku Luckman Sinar Barshah II SH itu. Kawasan Lapangan Merdeka bila hujan telah menjadi lokasi banjir. Pohon-pohon Trambesi terancam punah sebab sudah ditutup untuk membuat bangunan bagi penumpang kereta api ke Bandar Udara Kualanamu. Berulangkali penulis diundang rekan bertemu di lapangan Merdeka, duduk di café mewah menatap lalulalang kenderaan di jalan Balai Kota. Penulis teringat tiga puluh lima tahun lalu bahwa di depan deretan café café mewah itu dahulu adalah pedestrian atau tempat bagi pejalan kaki dan di lokasi café sekarang tempat duduk-duduk yang nyaman sambil makan kacang tanah rebus atau pada malam hari makan jagung bakar di bawah rimbunnya pohon Trambesi berukuran besar.

Baca Juga :  Banyak Prasasti, Beragam Aksara Di Barus Belum "Dibunyikan"

Dulu di jalan itu sangat teduh akibat rimbunnya dedaunan Trambesi sangat indah dan nyaman bagi perjalan kaki di trotoar Jalan Balai Kota itu. Kini bukan saja nyaman bagi pejalan kaki. Kini kawasan Lapangan Merdeka sudah sangat banyak berubah, termasuk pohon Trambesi yang mengelilingi lapangan Merdeka sudah sangat tua dan sudah hilang satu demi satu dan daunnya tidak rimbun lagi.

Sejak dahulu pembangunan berwawasan lingkungan sudah dilakukan Belanda sehingga semua lapisan masyarakat pada waktu itu merasakan fasilitas umum yang murah dan mudah diperoleh. Perlu menjadi catatan bahwa hari ini tidak semua lapisan masyarakat Kota Medan dapat menikmati suasana kawasan Lapangan Merdeka yang katanya untuk publik.

Dahulu Lapangan Merdeka Medan dapat dinikmati semua lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial, budaya dan ekonomi, semuanya bisa menikmatinya karena memang diperuntukkan untuk umum.

Kawasan Lapangan Merdeka oleh Belanda dijadikan sebagai lokasi RTH untuk semua masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat dengan membuat kawasan Lapangan Merdeka asri, sejuk dengan pohon-pohon Trambesi yang rimbun dan angin semilir berhembus menyejukkan suasana. Andaikata kawasan Lapangan Merdeka seperti dahulu maka Kota Medan dipastikan akan semakin indah, asri dan menyejukkan mata.

Kawasan Lapangan Merdeka Medan kini tidak seindah, seasri dan sesejuk dahulu. Bila Lapangan Merdeka Medan seperti dahulu maka otomatis Kota Medan menjadi nyaman sebagai pintu gerbang masuk ke Provinsi Sumatera Utara.

***

Disadur dari buku “Lapangan Mer(D)eka, Doeloe dan Kini”

Bagikan :
Scroll to Top