Vonis Pinangki Dipangkas 6 Tahun

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11/2020). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum menghadirkan sejumlah saksi diantaranya yaitu Pungki Primarini selaku adik terdakwa dan Andi Irfan Jaya selaku perantara pemberi suap terdakwa

Jakarta | EGINDO.com    – Pengajar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Riawan Tjandra mengatakan, negara tak lagi menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Hal itu dikemukakannya menanggapi putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang memangkas hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebanyak 6 tahun, dari awalnya 10 tahun menjadi tinggal 4 tahun penjara.

“Kalau kita bicara tindak pidana korupsi menimbulkan kerusakan sistemik dan juga menimbulkan kerugian pada hak asasi masyarakat secara luas, nah negara ini saya lihat akhir-akhir ini tidak lagi melihat betapa bahayanya tindak pidana korupsi,” kata Riawan.

“Pidana penjara Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun membenarkan yang selama ini berkembang, yaitu terjadinya pergeseran konsep dan pandangan mengenai karakteristik tindak pidana korupsi,” tambahnya. Riawan menilai saat ini terjadi tindakan permisif dari para penegak hukum pada praktek-praktek korupsi yang terjadi di Indonesia. Ini bergeser, menurut Riawan.

Baca Juga :  2.478 Kasus Baru Covid-19 Di Singapura

Pergeseran itu dinilainya sebagai dampak dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25 Tahun 2016 pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Putusan tersebut mengubah delik korupsi di Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tipikor.  Pandangan yang sudah bergeser itu, lanjut Riawan, diperkuat dengan merosotnya peringkat Indonesia dalam indeks persepsi korupsi berdasarkan hasil survei Transparency International di tahun 2020.

“Buktinya di tahun 2020, indeks persepsi korupsi Indonesia merosot dari sebelumnya berada di peringkat 88 menjadi peringkat 102 dari 188 negara. Kalau hal ini terjadi terus, kita bisa menjadi negara terkorup, sebagai negara gagal, dan tidak dipercaya lagi dalam relasi ekonomi internasional,” imbuh dia. Riawan menyebutkan, ini merupakan tanda-tanda korupsi tak lagi dianggap bahaya.

Baca Juga :  PBOC Pangkas Rasio Cadangan Bank Untuk Dukung Perekonomian

Riawan berharap bahwa negara perlu kembali lagi membawa semangat bahwa korupsi adalah masalah serius bangsa. “Perlu kembali ke sikap awal negara untuk betul-betul memandang bahwa tindakan korupsi merupakan musuh bangsa,” tutupnya.

Sumber: Kompasnews.com/Sn

Bagikan :
Scroll to Top