Lampung | EGINDO.com   – Perkara suap Lampung Tengah jilid II dengan terdakwa Mustafa (mantan bupati) memunculkan sejumlah wacana di kalangan publik, khususnya isu politik.
Uang suap yang diterima oleh Mustafa dari para calon rekanan untuk ijon proyek di Lampung Tengah diaku terdakwa sebagai biaya mahar ke partai politik (parpol) menjelang Pilkada 2018 lalu.
Sejumlah nama pejabat publik dan petinggi parpol pun sempat tersebut dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang. Biaya mahar politik yang mencuat dengan nominal tinggi pun menjadi konsumsi publik.
Uang mahar politik ini sendiri menjadi catatan dari jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghitung uang pengganti (UP) kerugian negara yang wajib dibayarkan oleh terdakwa Mustafa. Jaksa penuntut KPK, Taufiq Ibnugroho mengatakan, UP yang dituntutkan dibayar oleh Mustafa mencapai Rp 24,6 miliar.
“Selain pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider empat bulan kurungan, terdakwa juga dikenakan UP Rp 24,6 miliar,” kata Taufiq seusai sidang, Kamis (9/6/2021).
Uang pengganti Rp 24,6 miliar ini sendiri dikurangi dari yang sudah diganti atau dibayar oleh terdakwa Mustafa. Taufiq menyebutkan, Mustafa membayar membayar sebesar Rp 250 juta secara langsung dari seluruh uang pengganti yang dibebankan.
“Mustafa baru membayar Rp 250 juta,” kata Taufiq. Total kerugian negara atas perkara suap ini mencapai Rp 51 miliar yang merupakan “kutipan” ijon untuk menjamin kontraktor mendapatkan proyek.
Taufiq menyebutkan, total seluruhnya yang sudah disita oleh negara mencapai Rp 10 miliar, mulai dari proses penyidikan hingga persidangan.
Jaksa asal Lampung ini menjelaskan, meski yang sudah dikembalikan mencapai Rp 10,3 miliar, tidak semuanya adalah digunakan untuk mengurangi pembebanan dari Mustafa. “Itu ada dari pihak lain, DPRD atau pihak lain.
Jadi yang sudah disita ini adalah tanggung jawab masing-masing, bukan pengurang beban yang harus dibayar Mustafa,” kata Taufiq. Taufiq mengungkapkan, dari penyitaan uang tersebut, ada yang menjadi pengurangan bagi Mustafa, yakni sebanyak Rp 3,5 miliar.
Uang ini disebutkah sebagai mahar politik yang diberikan oleh Mustafa kepada parpol untuk menjadi perahu dalam Pilgub 2018 lalu. Dalam perjalanan perkara ini di pengadilan, disebutkan mahar politik itu digunakan untuk mendapatkan rekomendasi dari parpol.
Kuasa hukum: seharusnya UP tidak semua dibebankan ke Mustafa Kuasa hukum terdakwa Mustafa, M Yunus menilai uang yang menjadi mahar politik ini tidak seharusnya dibebankan semua kepada kliennya.
“Tidak adil jika semua mahar politik ini dibebankan kepada Mustafa. Uang itu sudah kemana-mana,” kata Yunus.
Yunus menambahkan, tindakan yang dilakukan oleh kliennya itu bermuara untuk mendapatkan rekomendasi perahu politik. Sehingga, uang itu tidak dinikmati sendiri oleh Mustafa.
“Sudah jadi pengetahuan (rahasia) umum, jadi tidak adil jika semua dibebankan ke Mustafa, yang menikmati itu orang lain,” kata Yunus.
Sumber: Kompas.com/Sn