Jakarta | EGINDO.co – Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang menyiapkan perubahan kedua untuk Peraturan Menteri Kominfo Nomor 13 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Rancangan Peraturan Menteri Jasa Telekomunikasi ini disusun untuk menyelaraskan beberapa ketentuan yang ada di PM Kominfo Nomor 13 Tahun 2019 dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan pelaksanaan yang sedang disusun.
Pemerintah, berdasarkan analisis Risk Based Approach dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (RPP NSPK)) Perizinan Berusaha sebagai pelaksanaan dari UU Cipta Kerja, perlu ada penyesuaian istilah dan proses perizinan.
Beberapa perizinan berusaha sektor jasa telekomunikasi tidak harus diitetapkan dengan Izin Penyelenggaraan, namun cukup dengan pemenuhan standar dan Nomor Induk Berusaha, seperti jenis kegiatan usaha jasa telekomunikasi berupa jasa panggilan premium (premium call), jasa konten SMS Premium, dan jasa panggilan terkelola (calling card).
Selain itu, ada kebutuhan pengalihan kewenangan/tugas Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang tercantum di PM 13/2019 pasca dibubarkannya BRTI melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020.
Pemerintah akan menambahkan enam ketentuan baru dalam Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Perubahan Kedua atas PM Kominfo No. 13 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, yang pertama berupa pelaksanaan SMS Blast untuk keperluan pemerintah.
Kedua, pengaturan jasa telekomunikasi baru sebagai akibat perkembangan teknologi dan inovasi yang banyak dimintakan oleh oelaku usaha.
Ketiga, ketentuan penerimaan panggilan Voice Over Internet Protocol, VoIP, dari luar negeri untuk menghindari fraud, pengalihan trafik dan penipuan. Penerimaan panggilan VoIP ini merupakan penerimaan pendapatan pelaku usaha yang di dalamnya ada penerimaan negara.
Keempat, ketentuan penjualan konten digital oleh operator selular melalui mekanisme pemotongan pulsa agar ada kepastian bagi pengguna dan operator dan menjaga pertumbuhan konten lokal.
Kelima, ketentuan kewajiban pengenaan Biaya Hak Penggunaan, BHP, terhadap penyelenggara layanan call center yang memberikan layanannya dengan tidak menggunakan nomor akses call center (nomor akses call center dimiliki oleh instansi pemerintah/BUMN) dalam rangka kepastian hukum dan kemudahan pengawasan dan pengendalian.
Terakhir, ketentuan pelaksanaan pusat monitoring telekomunikasi dan pengumuman hasil monitoring kualitas layanan yang dilakukan pernerintah dalam rangka menyesuaikan dengan ketentuan yang disusun dalam RPP Pelaksanaan Bidang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran sebagai peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.
RPM Jasa Telekomunikasi tersebut telah disertai dengar rancangan Peraturan Dirjen PPI sebagai ketentuan teknis dari PM Jasa Telekomunikasi yang berisi ketentuan penyelenggaraan kategori layanan jasa, parameter standar kualitas layanan (QoS), dan metode evaluasi/monitoring penyelenggaraannya.
Masukan dan tanggapan dalam konsultasi pulik dapat disampaikan mulai 4 hingga 11 Januari 2021 melalui email [email protected]. (@Ant/AR)