Jakarta | EGINDO.co Google sempat membagikan sejumlah tren scam / penipuan yang terjadi di masa pandemi. Hal itu diungkapkan oleh Trust and Safety Google Asia Pacific, Aldrich Christopher.
Menurut Aldrich, ada tiga tipe scam yang banyak beredar di masa pandemi. Pertama, Aldrich menuturkan, scam dengan email yang melakukan personifikasi sebagai organisasi atau kementerian.
“Jadi, ini adalah pihak jahat yang mau mencari informasi pribadi orang lewat email dengan logo dari kementerian atau organisasi, termasuk alamat email yang mirip dengan kementerian atau organisasi,” tuturnya saat berbicara pada Liputan6.com baru-baru ini.
Aldirch menuturkan, biasanya lewat email ini mereka akan meminta kode privasi pengguna, seperti OTP. Lalu metode kedua, pihak jahat ini biasanya akan menyamar sebagai agen pemerintah atau organisasi, mirip dengan metode pertama.
“Lalu, ada scam dalam bentuk situs yang menjual produk-produk palsu, seperti vaksin atau masker,” ujarnya menjelaskan. Selain itu, Aldrich juga mencatat ada scam berupa penawaran keuangan.
Biasanya, metode scam ini memanfaatkan penawaran layanan keuangan atau bahkan uang, tapi tanpa diketahui korban, sosok di balik penawaran itu adalah orang jahat.
“Terakhir, ada juga metode yang meminta donasi untuk organisasi non-profit, tapi sebenarnya organisasi tersebut tidak ada,” tuturnya. Aldrich pun sempat berbagi tips mengenali email berbahaya.
Dia menuturkan, cara untuk mengenali email berbahaya ini dapat ditemukan di kurikulam Keluarga Tangkas Berinternet. Namun secara garis besar, pengguna harus memerhatikan pengirim, hal yang diminta, dan isi email tersebut.
“Jadi, pengguna harus mengetahui siapa yang mengirimkan email ini. Kalian bisa mencoba untuk mencarinya di Google Search, betul apa tidak sosok tersebut,” ujarnya.
Setelahnya, pengguna juga harus melihat informasi yang diminta dalam email tersebut. Apabila ada permintaan soal informasi pribadi, seperti OTP atau rekening bank, hal itu kemungkinan merupakan aksi jahat.
“Sebab, hal itu adalah sesuatu informasi yang tidak mungkin diminta oleh pihak sebenarnya,” tutur Aldrich melanjutkan. Terakhir, selalu cek tautan yang ada di dalam email itu, apakah sudah menggunakan laman https yang tersertifikasi aman atau masih http.
AW / Liputan 6